Entri Populer

Sabtu, 02 Juni 2012

Kritik Buku Kumpulan Cerpen T(w)ITIT! Oleh Fhatoni

Kritik Buku Kumpulan Cerpen T(w)ITIT!

Oleh Fhatoni


Djenar Maesa Ayu lahir di Jakarta, 14 Januari 1973. Ia telah menerbitkan empat kumpulan cerpen berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek, 1 Perempuan 14 Laki-laki, dan sebuah novel berjudul Nayla. Cerpennya yang berjudul “Menyusu Ayah” menjadi cerpen terbaik Jurnal Perempuan 2003, sementara “Waktu Nayla” meraih penghargaan Cerpen Terbaik Kompas di tahun yang sama.
Selain menulis, Djenar juga menyutradai film Mereka Bilang, Saya Monyet! (2008) dan SAIA (2009). Ia mendapat Piala Citra dari kategori Skenario Adaptasi Terbaik bersama Indra Herlambang dan sebagai Sutradara Baru Terbaik pada Festival Film Indonesia 2009.
Kumpulan cerpen T(w)ITIT! Adalah buku keenam Djenar. Buku Djenar ini dibuat sebagai hadiah ulang tahun untuknya sendiri. Semua cerita yang terdapat dalam kumpulan cerpen pada buku T(w)ITIT dikembangkan berdasarkan status-status jejaring sosial Twitter. Kumpulan cerpen ini terdiri dari 11 status twitter yang kemudian dikembangkannya menjadi 11 judul cerpen.
Status pertama adalah kematian tak akan pernah bisa mati  yang dikembangkannya menjadi sebuah cerpen yang berjudul UGD. Cerpen UGD menceritakan tentang Nayla dan seseorang bernama Sumali yang ingin bertemu di sebuah kafe, namun pertemuan mereka terhambat oleh beberapa hal yang pada akhirnya berujung di rumah sakit. Dalam cerpen ini terdapat hal yang menarik dari segi penulisan cerpen. Pada kalimat awal setiap paragraf, kata kerjanya selalu sama dengan kata kerja kalimat awal paragraf selanjutnya.
Sumali menunggu di sudut kafe dengan pelupuk mata yang semakin memberat sambil menggenggam secarik surat.
Nayla menunggu di sudut ruang tunggu Unit Gawat Darurat sambil menggenggam secarik surat.

  Seperti yang terihat pada contoh paragraf dalam cerpen UGD, kedua kalimat tersebut memiliki kata kerja yang sama, yaitu menunggu dan menggenggam.
Status twitter yang kedua adalah deeper than my fear of what might happen to this country is my despair yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah cerpen yang berjudul Nayla. Cerpen Nayla di sini hanya menceritakan kejadian perkosaan terhadap diri Nayla saat masih kecil. Yang menarik dari cerpen ini adalah kesamaan antara paragraph awal dengan paragraph mejelang akhir. Kesamaan ini terjadi juga pada beberapa cerpen yang lain seperti Mimpi Nayla, Kosong, dan Petasan, Setan.
Status twitter ketiga adalah bagaimana mungkin mengelak dari luka dan kebahagiaan, pertemuan dan perpisahan, jika kita tak kuasa memilih kelahiran dan menunda kematian? Yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah cerpen yang berjudul Mimpi Nayla. Menceritakan tentang Nayla yang saat itu sudah memiliki seorang cucu, ia bermimpi bahwa saat perjalanan keluarga besan, anak-anak, dan cucunya pergi ke Eropa. Dan beberapa saat setelahnya dia mendengar kabar bahwa pesawat yang ditumpangi keluarganya jatuh dan menewaskan semua penumpangnya.
Keempat, status twitternya kehilangan adalah proses awal menemukan yang dikembangkannya menjadi sebuah cerpen berjudul Jinxie. Menceritakan tentang perdebatan Nayla dengan seseorang yang tidak setuju dengan cerita buatan Nayla. Orang itu menganggap karya yang Nayla buat terlalu rendah, Nayla yang membuat karya itu berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri merasa terhina dan akhirnya melanjutkan perdebatan itu dengan pertengkaran. Perdebatan dan pertengkaran itu dihiasi dengan umpatan-umpatan kata-kata “anjing” yang membuat Nayla menjadi murka. Nayla yang tidak bisa menahan emosinya pergi menemui anjing kecil di pinggir jalan yang menjadi saksi bisu atas rahasia Nayla.
Kelima, status twitternya status twitter oleh beberapa orang sering ditenggarai sebagai isyarat. Sorry, kamu salah alamat! dikembangkannya menjadi cerpen T(w)ITIT!. Menceritakan tentang kehidupan Nayla sebagai seorang single parent yang diburu oleh deadline naskah yang dibuatnya ditambah berbagai permasalahan seperti kebutuhan sekolah anak semata wayangnya dan masalah salah paham pada status-status di twitternya. Cerpen yang dibuat Djenar ini pada awalnya berawal dari status twitternya yang sering dibalas dan diteruskan oleh para pembacanya,namun ada saja beberapa orang yang salah mengartikan status-status tersebut hingga membuat pembaca-pembacanya menjadi besar hati.
Keenam, status twitternya I believe in love without proof yang kemudian dikembangkan menjadi cerpen Kosong. Menceritakan tentang proses berpikir Nayla saat menulis yang dilakukannya di sebuah kafe dengan ditemani secangkir kopi. Di sana Nayla sering mendapat pertanyaan “mengapa selalu di kafe ini?” Karena Nayla sering menghabiskan waktunya dengan secarik kertas kosong bersama secangkir kopi di kafe tersebut, entah nantinya ia menulis atau tidak. Bahkan ia bisa berdiam di kafe tersebut hingga kafe menjelang tutup, hanya karena suasananya nyaman untuk menulis. Gaya penceritaan pada cerpen ini sama halnya dengan cerpen Nayla dan Mimpi Nayla, yaitu mengulang paragraf awal di bagian menjelang akhir cerpen.
Ketujuh, status twitternya Bung, di hari ulang tahunmu yang cerah ini ada segumpal awan yang mengandung mendung. Mungkin ia tahu, saya masih berkabung dikembangkannya menjadi sebuah cerpen berjudul Bung. Cerpen ini menceritakan tentang Nayla yang mengingat-ingat tentangg ayahnya yang meninggal saat Nayla masih kecil. Ibunya menceritakan bahwa Ayah Nayla meninggal saat ia berumur 1 tahun, namun setelah Nayla mengingat kembali tahun pada batu nisan makam Ayahnya, ia baru mengetahui sebuah kenyataan karena hanya sekali ia diajak mengunjungi makam Ayahnya yang bernama Bungsuman. Ayah Nayla yang bernama Bungsuman telah meninggal sejak Nayla berumur 7 tahun, dan itu selalu ditutupi oleh ibunya.
Kedelapan, status twitternya jika ada anak panah yang menusukmu, berharaplah itu bukan berasal dari busur jenuhku yang dikembangkannya menjadi sebuah cerpen berjudul It Takes Two to Tattoo. Menceritakan perdebatan Nayla dengan Gery tentang masalah tato. Nayla menganggap tato itu hanya menyiksa diri. Perdebatan yang menjadi tambah sengit akhirnya membuat Nayla berdebat pula dengan imajinasinya dengan membayangkan Gery yang tergeletak tanpa suara bersimbah darah terkena peluru dan Nayla meninggalkannya.
Kesembilan, status twitternya we’re not born to be something we’re not yang dikembangkannya menjadi cerpen berjudul Check In. menceritakan tentang perselingkuhan suaminya yang bernama Astina. Saat Astina hendak pergi ke sebuah kamar yang sering dipakai pacaran pada malam minggu, mobilnya tertabrak oleh mobil di belakangnya. Setelah diperhatikan, ternyata yang mengendarai mobil itu adalah Nayla dan disebelahnya terdapat seorang lelaki. Mereka juga ternyata menuju tempat pasangan muda-mudi singgah pada malam minggu.
Kesepuluh, status twitternya jadilah mimpi, yang menyelinap saat ia tak sadar diri dan terbangun tanpa tahu jika hatinya telah tercuri yang dikembangkannya menjadi sebuah cerppen berjudul Petasan, Setan!. Cerita ini menceritakan tentang kehidupan yang tidak pernah tenang dan damai. Ia tidak pernah bisa tidur dengan aman dan nyaman sama penggambarannya dalam cerpen. Dalam cerpen kenyamanan tidurnya terganggu oleh bunyi-bunyi bising petasan hari raya. Sama seperti bisingnya masalah dalam hidup Nayla.
Kesebelas, status twitternya hidup bukan untuk mencari perhentian tapi untuk melakukan perjalanan yang dikembangkannya menjadi sebuah cerpen berjudul Coffeewar. Cerpen ini menceritakan tentang pertengkaran Nayla dengan Dia. Pertengkaran ini diawali dengan umpatan-umpatan yang dilontarkan oleh Dia kepada para pengendara lain saat lalu lintas padat. Dan setelah mereka jauh, Nayla merasa kehilangan dan mulai timbul kerinduan untuk kembali merasakan cinta.
 Buku kumpulan cerpen T(w)ITIT! yang ditulis Djenar ini, dibuat disela ia menyiapkan sebuah novel yang berjudul Ranjang. Ia menyempatkan diri membuat kumpulan cerpen ini sebagai hadiah ulang tahunnya sendiri, bahkan 10 dari 11 cerpen-cerpen tersebut ia buat dalam waktu sepuluh hari.
Djenar memang sebagai penulis memiliki kelebihan dalam meluapkan emosinya ke dalam karya sastra. Ia menetralisir hal-hal tabu yang menjamur di masyarakat ke dalam cerpennya, mengubah pola pikir masyarakat tentang kepribadian seorang wanita. Memang terkadang ada beberapa cerpen yang ditentang segelintir orang karena dianggap mengandung unsur-unsur pornografi.
Kesepian, kehampaan, cinta yang bertepuk sebelah tangan, pengkhianatan, perselingkuhan, hubungan cinta yang berada di ambang keraguan, dan berbagai perasaan murung yang menimpa anak manusia melatari fragmen cerita. Relasi antartokoh pun menjadi sesuatu yang rapuh dan muram.
Tema di atas diperkuat dengan hadirnya kafe sebagai latar spesial yang mendominasi sebagian besar cerpen, seperti banyak karya Djenar Maesa Ayu lainnya. Kafe menjadi arena pertarungan para tokohnya. Di dalamnya, tokoh-tokoh Djenar, manusia-manusia kelas menengah kota yang kesepian itu, berhadapan satu lawan satu dengan dirinya sendiri. Bersama gelas-gelas bir, terkadang secangkir kopi, mereka bertarung dan bernegosiasi dengan kenangan.
Melalui karya-karyanya, kita dapat mengetahui bahwa Djenar memperjuangkan hak-hak perempuan (khususnya dalam hal seks). Djenar menggambarkan tokoh Nayla sebagai perempuan yang menolak berhubungan seks untuk ‘memberi kenikmatan’, namun sebagai ‘pencari kenikmatan’. Ia menggeser paradigma kaum patriarki yang menganggap kaum perempuan hanya sebatas untuk pemuas kaum lelaki dan ada hanya untuk melayani kaum lelaki. Djenar dengan Naylanya melakukan pemberontakan terhadap paham tersebut secara keras dan berhasil menjungkir balikan keadaan dengan karya-karya yang Djenar tulis.
Selain itu, kecerdikan Djenar yang patut diacungi jempol adalah gaya penceritaannya. Ia kerap menampilkan kebaruan dalam penceritaan, walaupun terkadang masih ada beberapa gaya penulisannya yang sama dan biasa. Seperti pada cerpen Nayla, Mimpi Nayla, Kosong, Petasan, Setan, dan Coffeewar. Ia menampilkan kesamaan paragraf pada awal dan menjelang akhir dengan tetap mengemas cerita dengan sangat menarik.
Gaya penceritaannya yang lebih menarik terdapat pada cerpen UGD. Setiap dua paragraph, kalimat pembukanya memiliki kesamaan kata kerja, namun berbeda keadaan. Hal ini dikemasnya dengan sangat baik menjadi sebuah runtutan cerita yang membuat pembaca berdecak kagum.
Ide-ide yang dikembangkannya dari kumpulan status twitter menjadi sebuah cerpen juga menarik. Djenar bukan hanya mengembangkan mentah-mentah sebuah status menjadi cerpen, tetapi ia menyiratkan makna status ke dalam makna cerpen. Oleh karena itu meskipun ada beberapa karya Djenar yang sulit untuk dimengerti, dapat kita mengerti setelah membaca dan memaknai status twitternya terlebih dahulu. Contohnya status twitter Djenar Bung, di hari ulang tahunmu yang cerah ini ada segumpal awan yang mengandung mendung. Mungkin ia tahu, saya masih berkabung yang dikembangkan Djenar menjadi cerpen berjudul Bung. Bagi yang tidak memaknai status twitternya terlebih dahulu, mungkin mereka hanya akan menganggap cerpen ini hanya dimaknai secara tekstual, tentang Ayah Nayla yang bernama Bungsuman. Namun setelah membaca statusnya dan mencermati bukunya baik-baik, saya mengetahui bahwa ada dua ‘Bung’ dalam kehidupan Djenar. ‘Bung’ yang terdapat pada cerpen sebagai Bungsuman (Ayah Nayla) dan ‘Bung’ Sjuman Djaya (Ayah Djenar).
Semua yang memiliki kelebihan pasti memiliki kekurangan tentunya, begitu juga dengan buku kumpulan cerpen Djenar yang berjudul T(w)ITIT! ini. Kekurangan yang dapat di tangkap adalah tentang tokoh-tokoh utama dalam karya Djenar. Ide dalam mengemas sebuah cerpen memang saya akui sangat hebat, namun tentang isi ceritanya yang membuat jenuh menjadi kekurangan dalam karya-karya Djenar. Dalam beberapa kumpulan cerpen yang dibuat Djenar, mengapa tokoh Nayla selalu ada? Mengapa hanya Nayla? Hal ini menimbulkan segudang pertanyaan untuk dicermati. Jika memang setelah ini tokoh Nayla muncul kembali, berarti bisa dipastikan Djenar Maesa Ayu itu hanya ‘mentok’ pada Nayla. Sangat disayangkan penulis cerdas seperti Djenar dibatasi oleh tokoh Nayla, yang padahal seharusnya ia bisa membuat cerita-cerita lain yang tidak kalah hebatnya dengan Nayla, malahan ada kemungkinan karya itu menjadi lebih dari Nayla.
Terlepas dari masalah perubahan tersebut, pastinya Djenar bukan orang yang mudah ‘mentok’ dalam setiap ide cerita. Mungkin saja ia memang ingin mempertahankan ideologinya tentang pemberontakan persamaan hak dengan dibantu oleh tokoh Nayla. Itu pun tidak menjadi permasalahan jika konflik-konflik yang sudah terjadi diubah. Mungkin ini dilakukan Djenar sebagai pencirian feminisnya. Seperti penulis-penulis feminis lain yang sudah mendapatkan jati diri atau penciriannya sendiri atau pun bagi penulis feminis yang masih mencari jati diri penciriannya. 


Kritik Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis Oleh Fhatoni

Kritik Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis
Oleh Fhatoni


Karya sastra adalah sajian bagi semua orang, di mana di dalam sebuah karya sastra terdapat berbagai nilai kehidupan dan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, contohnya adalah nilai religius. Menyampaikan pesan religius lewat karya sastra bukanlah pekerjaan yang mudah, karena jika tidak berkenan dengan pikiran atau kepercayaan orang-orang yang membaca, maka karya sastra tersebut dianggap sebagai karya yang menyesatkan. Oleh karena itu dalam memasukan unsure-unsur atau nilai-nilai religius, perlu didukung oleh berbagai sumber yang terpercaya, selain itu perlu juga memikirkan selera pembaca.
Seperti dalam cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis. A.A Navis menyajikan cerpen yang bermuatan religius dengan sangat baik, beliau mengemas dengan amat hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman dan dianggap sebagai karya sesat. Cerpen Robohnya Surau Kami, sebenarnya yang terjadi pada cerpen tersebut bukanlah tentang surau yang roboh atau runtuh – tetapi ideologilah keagamaan yang runduh.
Cerpen Robohnya Surau Kami menceritakan tentang seorang yang biasa dipanggil Kakek. Kakek adalah seorang yang tidak mempunyai pekerjaan, yang dilakukan setiap harinya adalah menjaga surau dan beribadah di surau tersebut. Kakek pandai mengasah pisau dan gunting, dan banyak juga yang meminta tolong kepadanya untuk diasahkan gunting atau pisaunya. Namun, ia tidak pernah meminta imbalan apapun, dan orang yang meminta tolong pun memberi imbalan seperti rokok, dan makanan. Kakek tidak mempunyai penghasilan dari mana pun, ia hanya mendapatkan dari sedekah dan uang-uang hari raya.
Sekarang surau itu sudah tidak terawat lagi, orang-orang yang mencabuti papan pada surau untuk keperluan pribadi, anak-anak kecil bermain di dalam surau, dan banyak pula yang mengambil bahan-bahan bangunan yang masih bisa dimanfaatkan. Sekali lihat pun orang-orang yang lewat di sekitar surau pasti mengetahui bahwa tidak lama lagi surau tersebut akan roboh. Itu semua dikarenakan tidak ada lagi yang mengurus surau, karena Kakek telah meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia, Kakek didatangi oleh Ajo Sidi, seorang pembual yang kerjanya hanya menyebarkan cerita-cerita yang tidak dapat dipercaya. Suatu hari Ajo Sidi mendatangi Kakek dan menceritakan tentang keadaan di neraka. Dia bercerita bahwa di saat penghitungan amal, terdapat seorang haji, yang bernama Haji Saleh. Tuhan bertanya pada Haji Saleh tentang kehidupannya dan Haji Saleh pun menjelaskan kehidupannya yang selalu taat beribadah dan selalu bertaqwa kepada Tuhan. Namun Haji Saleh dimasukan ke dalam neraka oleh malaikat atas perintah Tuhan. Haji Saleh yang tidak terima atas hukuman yang dijatuhi kepadanya memprotes kepada Tuhan. Akhirnya Tuhan menceritakan kenapa Haji Saleh dimasukan ke dalam neraka. Haji Saleh dimasukan ke dalam neraka karena semasa hidupnya, ia hanya memikirkan keadaan dirinya sendiri, tidak peduli terhdap keadaan di sekitarnya. Tuhan menganjurkan untuk beribadah dan beramal kepada yang kurang mampu, tetapi Haji Saleh hanya beramal kepada orang lain, namun keluarganya sendiri dilupakan. Kesalahan lainnya adalah Haji Saleh hanya beribadah dan malas bekerja sehingga tidak mempunyai apa-apa untuk diamalkan lagi, padahal sesungguhnya ia mampu bekerja dan beramal. Setelah mendengar kata-kata Tuhan, Haji Saleh dan pengikutnya yang ikut protes terdiam dan kembali dimasukan ke dalam neraka.
Mendengar cerita itu, Kakek secara tidak langsung merasa tersindir dan marah kepada Ajo Sidi. Kemudian sepeninggal Ajo Sidi, Kakek menjadi pemurung, berbeda dari tingkah lakunya yang biasa. Bahkan Kakek sempat mengasah pisau untuk menggorok leher si Ajo Sidi karena tersinggung dengan ceritanya.
Keesokan harinya, didapati kabar bahwa Kakek meninggal di surau. Keadaannya sangat mengerikan, ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur. Ajo Sidi menjadi orang yang pertama terjadi, mengingat karena ulah dialah Kakek bunuh diri, akibat dari cerita yang ia kabarkan. Namun setelah didatangi, Ajo Sidi tidak ada di rumah dan ketika ditanya istrinya menjawab bahwa suaminya sedang pergi bekerja.
Setelah membaca cerpen ini, saya seperti membaca kembali dongeng-dongeng anak muslim yang menceritakan sisi lain dari kehidupan beragama. Seperti yang diketahui,tokoh Kakek atau pun Haji Saleh dalam cerita Ajo Sidi mempunyai suatu kesamaan, yaitu orang yang hanya giat beribadah. Namun mereka berdua lupa akan perintah Tuhan yang sederhana, yaitu memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dibalik kesempurnaan yang tampak,di dalamnya pasti ada kecacatan besar yang tidak tampak.
Di dalam cerpen ini juga tersirat berbagai symbol, salah satunya adalah robohnya surau. Surau dapat diumpamakan sebagai suatu ideologi keagamaan Kakek yang runtuh seketika karena cerita Ajo Sidi. Berdasarkan hal ini,dapat disimpulkan makna sebenarnya yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah keruntuhan ideology beragama akibat sebuah kesalahan kecil yang sangat fatal.
Melihat isi cerpen Robohnya Surau Kami, saya berpendapat bahwa unsur keagamaan yang ditampilkan sangat kental, oleh karena itu sangat memungkinkan bahwa pengarang, yaitu A.A Navis sangat cermat menuliskannya. Secara logika, tidak mungkin cerpen religius seperti ini dibuat oleh orang yang tanpa pengetahuan agama atau orang yang tidak taat beragama.
Nama panjang A.A Navis adalah Haji Ali Akbar Navis. Dilihat dari latar belakang nama pengarangnya dapat dipastikan bahwa ia adalah orang yang mengerti agama dengan baik. Sebab itulah yang membuatnya membuat cerpen religius. Mungkin ini adalah salah satu alasan A.A Navis membuat cerpen tersebut.
Melihat latar sejarah pembuatan cerpen Robohnya Surau Kami, cerpen ini dibuat sekitar tahun 1965. Di tahun ini pula terjadi peristiwa pelanggaran HAM di Indonesia. A.A Navis selain seorang haji, dia juga seorang budayawan yang bergerak di bidang kemanusiaan. Mungkin dengan kedua alasan inilah cerpen Robohnya Surau Kami dibuat. A.A Navi menggabungkan antara unsure-unsur kemanusiaan dan keagamaan. Memang keduanya saling berkaitan erat, bagaimana sikap untuk memanusiakan manusia dan  saling tolong menolong antar umat beragama terdapat dalam ajaran agama manapun. Dan semua itu dikemas secara sinkronisasi oleh A.A Navis ke dalam bentuk cerpen. Sehingga batasan-batasan antar umat beragama secara tidak langsung hilang dan pesan ini bisa dikatakan mengandung amanat ke semua umat beragama, bukan hanya umat Islam.
Mungkin batasan agama yang terdapat dalam cerpen terdapat pada pemilihan kata ‘surau’. Kata ‘surau’ identik dengan tempat beribadah umat muslim. Sehingga bagi pembaca awam yang memeluk agama selain Islam merasa cerpen ini diperuntukan hanya untuk umat muslim saja. Seandainya kata ‘surau’ diganti dengan ‘tempat ibadah’ saja mungkin akan lebih menaikan nilai jual cerpen ini. Lalu kekurangan lainnya terdapat pada tokoh ‘aku’. Tokoh Aku pada cerpen ini seharusnya tidak perlu ditampilkan, karena tidak berpengaruh pada jalannya cerita atau bisa dikatakan “tanpa tokoh Aku, kejadian tetap terlaksana”. Jika tokoh Aku tidak ada, mungkin ini akan memperkecil kekurangan pada cerpen ini dan mencegah “pemborosan tokoh”. Gaya flashback yang dipakai juga terasa kurang tepat karena pembaca sudah mengetahui riwayat tokoh Kakek pada awal cerpen, gaya flashback ini justru mengurangi susspence pada cerita.

KRITIK CERPEN MALAM KELABU KARYA MARTIN ALEIDA DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS EDISI DESEMBER 2003

KRITIK CERPEN MALAM KELABU
KARYA MARTIN ALEIDA DALAM KUMPULAN CERPEN KOMPAS EDISI DESEMBER 2003
oleh Tony Vasgard


Di dalam cerpen berjudul malam kelabu tersebut, diceritakan seorang pria bernama Kamaluddin Armada, yang mengalami petualangan mengelilingi lautan, dalam perjalannya yang telah berlabuh ke berbagai tempat, namun ia hanya dapat melabuhkan hatinya pada seorang gadis desa asal Soroyudan. Desa Soroyudan adalah desa yang berada dalam naungan sungai Bengawan Solo. Kamaluddin melakukan perjalanan ke desa tersebut, hanya demi gadis yang ia cintai demi meminang gadis pujaannya tersebut. Di dalam perjalannya ia bertemu seorang carik desa yang mengetahui asal usul gadis pujaannya tersebut. Carik tersebut menceritakan kepada Kamaluddin bahwa gadis pujaannya itu adalah putri petinggi gerakan 30 S/PKI. Namun Kamaluddin tidak merasa takut ataupun ragu setelah mendengar cerita itu, bahkan ia telah mengatahuinya langsung dari gadis pujaannya yang bernama Partini. Dan pada akhir perbincangan, terungkap bahwa si gadis pujaannya telah tiada.

Pengarang berhasil menampilkan latar dan keadaan di masa gerakan 30 S/PKI dimana pada masa itu, rakyat begitu antipati terhadap anggota dari gerakan tersebut. Selain dari latar, tema yang diangkatnya sangat menarik yakni perpaduan antara sejarah dengan kisah cinta yang begitu dalam. Banyak pesan yang ingin disampaikan dalam cerpen ini, salah satunya adalah pesan moral mengenai kemanusiaan, di mana setiap manusia sebenarnya memiliki hak untuk mendapatkan pengampunan atas dosa mereka dan balas dendam bukanlah sesuatu yang baik. Namun dari segi alur, tak ada yang spesial kecuali akhir yang begitu tragis dan penyelesaian yang tidak menimbulkan kesan yang mendalam seperti kisah cinta mendalam yang terdapat dalam cerita tersebut. Penyelesaian seperti itu sebenarnya akan menimbulkan suatu paradigma bahwa cinta yang mendalam dan tak tersampaikan harus selalu berakhir dengan kematian.

Setelah menilik unsur-unsur intrinsik di dalam cerpen tersebut, maka kita dapat melihat juga unsur intrinsik yang lain yaitu penokohan. Secara psikologi si tokoh Kamaluddin adalah tokoh yang memiliki sikap pemberontak dan memiliki jiwa petualang, dalam cerpen tersebut rasa berpetualangnya mengalahkan rasa hormatnya pada kedua orang tuanya. Bila menilik dari teori mengenai psikologi, maka kejiwaan dari si tokoh imajinatif tersebut sesuai dengan psikologi yang muncul dalam dunia riil. Ada sesuatu yang ingin ditekankan si pengarang dari psikologi si pengarang yang seperti itu, ia ingin menyampaikan pada dasarnya sikap berpetualang mengarungi samudra adalah tradisi dari masyarakat Indonesia sejak jaman nenek moyang dahulu.

Keaadaan psikologi yang dialami Partini, tunangan Armada sangat menakjubkan. Karena dengan tenangnya ia menceritakan masa lalu ayahnya yang seorang komunis kepada Armada. Bagaimana beban memiliki anggota keluarga seorang pimpinan komunis dan selalu dibenci oleh khalayak umum. Tapi penulis tidak menunjukan psikologi dari Partini tertekan, dia menggambarkan Partini seorang yang tabah dan selalu jujur apa adanya. Inilah salah satu nilai lebih dari cerpen ini, penulis berani merekonstruksi kejiwaan seseorang yang seharusnya tertekan namun, digambarkan dengan ketabahan.

Selain dari pada itu unsur psikologi yang muncul adalah, di mana ketika si tokoh utama yang tertekan karena kematian Partini kemudian memutuskan untuk bunuh diri. Tokoh utama, Armada memilih untuk bunuh diri karena dia sudah tidak menemukan kebahagiaan hidup, baginya kebahagiaan adalah tanggung jawab, tanggung jawab memikul beban keluarga Partini sebagai pengganti ayah Partini yang dibunuh. Dilihat dari ilmu psikologi, memang manusia yang berada di dalam keadaan tertekan cenderung akan melakukan hal di luar akal sehatnya. Itu pun terjadi pada tokoh Kamaluddin, tapi sebenarnya bila tidak melihat hal tersebut mungkin ceritanya bisa diakhiri tanpa harus ada penghabisan nyawa seperti itu.

Selain daripada psikologi tokoh utama, kita dapat melihat psikologi tokoh carik dan warga kampung tersebut. Pada dasarnya sifat manusia itu memang sulit untuk memberi maaf, terutama pada luka yang telah ditoreh begitu dalam, dendam bukanlah hal yang baik tapi tak ada manusia yang sempurna. Tokoh carik desa pun tak berdaya menahan warga yang mengamuk karena di lubuk hatinya yang terdalam ia pun tak kuasa menahan dendamnya pada tokoh molyaharja, ayah dari Partini. Namun di hati kecilnya tetap menyesalkan perbuatannya dan warga sekampung.

Secara keseluruhan cerita usamah ini adalah cerita yang menarik dan penuh pesan moral hanya kurang menarik pada akhir ceritanya. Pada dasarnya karya sastra adalah bentuk dari kemampuan seseorang dalam mencipta dan mengapresiasikan rasa, cipta dan karyanya. Jadi sebenarnya sah-sah saja cerita tersebut mau dibuat seperti kehendak pengarang, namun ada baiknya sastra pun memerhatikan pembacanya dan menekankan pesan dan amanat yang ingin disampaikan agar memberikan kesan yang mendalam dan memberikan manfaat pula bagi pembacanya. Latar belakang sejarah juga disampaikan dengan baik oleh penulis. Dia menggambarkan nasib orang-orang komunis saat itu, sehingga kita bisa merasakan keadaan psikologi mereka. Yang paling menarik menurut saya adalah penggambaran kejiawaan tokoh Partini.