Entri Populer

Minggu, 01 April 2012

Representasi Perempuan dalam Cerpen Mami karya Helvy Tiana Rosa

Teori Feminisme
Sastra merupakan cerminan hidup dan pikiran masyarakat. Dengan karya sastra pengarang dapat mengungkap berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang banyak mengungkapkan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, mengaitkan hal-hal yang terjadi dan menghubungkannya ke dalam karya sastra. Dalam membuat karya sastra, pengarang juga melihat unsure-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Adapun unsur-unsur intrinsiknya adalah tema, tokoh, alur, latar, dan amanat. Unsur yang terdapat pada ekstrinsik diperlukan bantuan ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.
Dalam sebuah cerpen juga terdapat unsur seperti humanism, feodalisme, nasionalisme, maupun feminism. Dari semua unsure tersebut, yang paling menarik untuk dibahas adalah feminisme. Dalam masyarakat patriarki, sosok pria dipandang sebagai pemimpin. Sedangkan wanita hanyalah dipandang sebagai makhluk lemah dan sebagai pelengkap kehidupan, hak-hak asasinya terabaikan dan seringkali mengalami penindasan. Feminism muncul sebagai respon terhadapt budaya patriarki yang selama ini menindas kaum hawa di semua bidang. Akhir-akhir ini gerakan kesetaraan jender mulai disuarakan, baik itu dalam wujud nyata maupun dalam karya sastra.
Feminisme merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan, sasaran feminisme pun bukan sekedar masalah gender, melainkan masalah kemanusiaan atau memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Gerakan perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan – baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan social pada umumnya, itulah feminisme.
 Konsep penting yang harus dipahami dalam mengkaji perempuan adalah konsep seks dan konsep gender. Pengertian seks atau jenis kelamin merupakan penyifatan secara biologis, sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural.
Kajian wanita dalam hubungannya dengan kesusastraan dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama, dari sisi karya sastra terdapat ketimpangan tentang kedudukan wanita. Sisi kedua, dari sisi teori pendekatan terhadap karya sastra. Berdasarkan teori ini, pengkritik feminis ingin mengembangkan dan memperkenalkan pola kritik sastra feminis dan mengembangkan mata pelajaran tentang tulisan wanita, serta mendirikan penerbitan feminis agar dapat memuat karya-karya dari penulis wanita (Djajanegara, 2007: 17-19).
Annete Kolodny (Djajanegara, 2007: 17-19) merumuskan definisi kritik sastra feminis, yaitu membeberkan wanita menurut stereotip seksual, baik dalam kesusastraan maupun dalam kritik sastra dan menunjukan bahwa aliran-aliran serta cara-cara yang tidak memadai yang telah dipakai dalam mengkajia tulisan perempuan adalah tidak adil dan tidak peka.
Berdasarkan batasan itu, ia mengemukakan beberapa tujuan dari kritik sastra feminis:
1.    Kritik sastra feminis dapat menafsirkan serta menilai kembali karya sastra yang dihasilkan pada masa lampau. Dengan demikian, karya sastra feminis menjadi alat baru untuk mengkaji dan mendekati suatu teks karya sastra.
2.    Sastra feminis haruslah dapat membantu kita memahami, menafsirkan dan menilai karya-karya sastra rekaan penulis itu sendiri.
3.    Menyangkut cara penilaian karya sastra. Pada dasarnya segalah hal yang menyangkut ke-tradisionalan dikuasai oleh kaum kritikus sastra laki-laki. Oleh sebab itu cara atau sudut pandang seperti itu tidak lagi memadai untuk menilai tulisan-tulisan pengarang wanita dan tookoh wanita dalam karya sastra.

Dalam penelitian perlu diangkat masalah-masalah sebagai fokus penelitian melihat peranan dan karakter tokoh (perwatakan tokoh) wanita. Kita dapat mengkaji bagaimana peranan dan karakter tokoh-tokoh wanita dalam karya-karya sastra di Indonesia. Salah satu fokus, dua fokus, maupun 3 fokus dapat dijadikan pusat kajian, terutama dalam mengkaji karya-karya yang ditulis oleh penulis wanita.
Jika kita memandang feminisme dalam bidang luas, terdapat beberapa masalah yang bsa dikaji dengan pendekatan ini. Yang dikaji dalam hubungannya dengan tokoh wanita adalah:
a.    Peranan tokoh wanita dalam karya sastra itu baik sebagai tokoh protagonist, antagonis, maupun tokoh bawahan.
b.    Hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, yaitu tokoh laki-laki dan tokoh wanita lain.
c.    Perwatakan tokoh wanita, cita-citanya, tingkah lakunya, perkataannya, dan pandangannya terhadap dunia dan kehidupan.
d.    Sikap penulis atau pengarang wanita dan pengarang laki-laki terhadap tokoh wanita.



Pembahasan
Penulis akan mencoba mengkaji cerpen Mami karya Helvy Tiana Rosa dengan pendekatan feminisme. Menurut penulis, cerpen ini sangatlah cocok untuk dikaji dengan pendekatan feminisme. Berikut ringkasan cerita dari cerpen yang berjudul Mami.
Cerita ini mengisahkan tentang seorang perempuan muslim berusia 20 tahun, yang menuntut ilmu di Universitas Indonesia. Perempuan ini bernama Evi, yang memiliki dua orang adik dari tiga bersaudara. Papinya berdarah Aceh sedangkan Maminya berdarah Cina, karena itu Evi memiliki kulit berwarna gelap warisan dari Papinya, warisan dari Maminya hanyalah matanya yang sipit.
Evi diperlakukan seperti anak kecil oleh Maminya, segala keperluan dan kebutuhan diurusi oleh Maminya. Bukan hanya Evi yang mendapat perlakuan seperti itu, namun semua adik-adiknya pun diperlakukan sama. Kepedulian Maminya yang terlalu berlebihan itulah yang dianggap Evi sebagai kekurangan yang dimiliki Maminya.
Karena diperlakukan seperti anak kecil, Evi mulai bosan dan mengadukan perlakuan Maminya yang berlebihan kepada Papinya, namun ia hanya mendapat respon senyuman dari Papinya yang dilanjutkan dengan tawa.
Suatu ketika Maminya jatuh sakit, Evi merasa kesepian dengan suara-suara Maminya. Ia merindukan ketika saat suara Mami memperlakukannya sebagai seorang anak kecil. Akhirnya ia merasa bersyukur dan bersabar atas kelakuan Maminya. Dia sadar betapa baik dan tiada bandingannya dengan wanita manapun yang pernah ditemuinya.

Tokoh utama yang terdapat dalam cerpen Mami ialah Evi, seorang perempuan dan Mami. Dalam cerpen tersebut semua menceritakan tentang perempuan, hanya saja ada sedikit dialog Papi yang menghiasi. Evi, digambarkan seorang perempuan muslim yang memakai jilbab dan teman-teman di kampusnya juga mengenakan jilbab.
Jarang ada cerpen yang memiliki tokoh perempuan semua seperti cerpen Mami ini. Di dalam cerpen ini, terlihat perempuan yang berkuasa dan tidak terjadi gangguan atau permasalahan dalam kedudukannya di rumah tangga. Justru pihak perempuanlah yang mengendalikan alur cerita dari awal hingga akhir. Di certa pun dipaparkan bahwa seorang Papi tidak mampu menasehati seorang Mami, ketika si anak (Evi) meminta bantuan Papinya agar menasehati Mami agar tidak berkelakuan secara berlebihan terhadapa dirinya. Berikut penggalan cerpennya:

 Gf
Pada dasarnya peranan seorang istri hanyalah mengenal dapur, mengurus anak, dan suami. Namun di sini terjadi pemberontakan terhadap ideology-ideologi tersebut. Budaya-budaya daerah dinamika keluarga pun runtuh ketika seorang istri yang berkuasa atas suami. Namun di cerpen ini, pihak suami berterima atas kuasa sang istri. Hal ini ditandai dengan tokoh Papi yang menjawab sambil tertawa kecil pertanyaan anaknya tentang tokoh Mami.
Dalam hukum adat dan budaya pun tidak diperkenankan seorang anak – wanita pula bertanya langsung kepada ayahnya menceritakan tentang kekurangan ibunya sendiri. Namun di cerpen Mami, semua ideologi tersebut dihilangkan. Sebuah keluarga yang pada dasarnya seperti sebuah  kerajaan – kekuasaan mutlak berada di tangan raja atau dalam hal ini adalah suami, sudah berubah total. Kekuasaan bisa berpindah ke tangan istri dan suami hanya bisa mengiakan kata-kata sang istri.
Saat berbicara pada Papi, tokoh Evi mentap muka lawan bicaranya yang lebih tua. Tidak ada lagi berbicara tanpa melihat muka lawan bicara yag lebih tua seperti tradisi adat Jawa kuno – yang menganggap tidak sopan jika menatap langsung lawan bicara yang lebih tua. Di cerpen ini semua bertolak belakang, dalam keluarga entah laki-laki maupun perempuan  bebas berbicara, namun tetap dibatasi olh sopan santun kepada orang yang lebih tua.
Pada dasarnya feminisme tidak ditentukan oleh esensi anatomis atau jenis kelamin, namun ditentukan oleh konstruksi gender secara sosial dan budaya. Para feminis berpendapat bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan didasari konstruksi gender secara sosial budaya oleh institusi patriarkal seperti keluarga, sekolah, gereja, dan media ketimbang oleh kategori biolois esensial yang mendahului pengaruh sosial dan budaya (Spivak, 2008:205).
Seperti dalam cerpen Mami, tokoh utama, Evi merasa tidak nyaman dengan perlakuan Maminya karena diperlakukan berlebihan dalam berbagai hal. Namun, ketidaknyamanan tokoh perempuan (Evi) bukan dikarenakan oleh tokoh laki-laki yang biasanya terjadi dalam budaya patriarki. Ketidaknyamanan Evi terjadi karena tokoh Mami, ibunya sendiri yang terlalu berlebihan perhatiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar