Entri Populer

Minggu, 01 April 2012

ANALISIS STRUKTURAL PUISI KEPADA UANG KARYA JOKO PINURBO DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Puisi. jika berbicara tentang puisi akan banyak berbagai pendapat yang muncul mengenai puisi. Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair, mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat. Bahasa yang dipergunakan oleh penyair harus dapat mewakili rasa dan pesan yang hendak disampaikan . Puisi juga merupakan hasil penggambaran tentang suatu hal yang diungkapkan melalui bahasa dan ekspresi yang mewakili perasaan sang penyair. hal ini diperlukan agar para pembaca bisa masuk dan memahami dan merasakan kekuatan jiwa penulis yang akan disampaikan melalui puisi tersebut.
Ralph Waldo Emerson mengatakan bahwa puisi merupakan upaya abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang menyebabkannya ada. Sedangkan menurut Lascelles Abercramble puisi adalah ekspresi dari pengalaman imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam upacara atau pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa, yang mempergunakan setiap rencana yang matang dan bermanfaat (Tarigan, 1984:5).
Dari pendapat-pendapat para ahli, dapat kita simpulkan bahwa definisi puisi menurut mereka memiliki sebuah kesamaan yaitu pengungkapan ekspresi dan jiwa. Puisi itu tercipta karena pengalaman atau sebaliknya. Bisa dikatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari segala pengalaman imajinatif yang dirasakan oleh manusia dalam hidupnya.
Puisi dapat dikaji dengan menggunakan berbagai macam pendekatan. Salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisis puisi adalah teori yang diungkapkan oleh Abrams. Abrams membagi pendekatan itu menjadi empat, yakni:
1.    Objektif, suatu telaah dari sudut pandang karya itu sendiri.
2.    Ekspresif, suatu telaah dari sudut pandang pengarangnya.
3.    Mimesis, suatu telaah dari keterhubungan ide, perasaan, atau peristiwa yang berkaitan dengan alam, baik yang secara langsung atau pun tidak langsung.
4.    Pragmatik, suatu telaah yang ditinjau dari sudut pandang pembaca atau penerima.
Banyak orang yang menganggap pendekatan yang dikatakan oleh Abrams adalah pendekatan tradisional. Dikatakan tradisional karena sekarang pendekatan-pendekatang itu telah dikembangkan menjadi beberapa pengembangan. Pendekatan objektif telah dikembangkan menjadi pendekatan struktural yang terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik sebuah karya sastra. Pendekatan ekspresif telah dikembangkan menjadi psikologi sastra dan antropologi sastra. Pendekatan mimesis dikembangkan sehingga lahirlah pendekatan sosiologi sastra dan sastra marxis. Dan pendekatan pragmatik dikembangkan, lalu lahirlah pendekatan resepsi sastra dan hermeunetika.
Semiotik bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang makna yang terkandung di dalam simbol, tanda dan lambang. Jan Mukarovsky dan Felix Vodicka (Teeuw, 1983:63) merupakan dua orang yang mengembangkan strukturalisme atas dasar konsep semiotik dengan pengertian dapat memahami sepenuhnya seni sastra sebagai struktur perlu diinsyafi ciri khasnya sebagai sebuah tanda (sign).   




1.2    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah yang berjudul Analisis Struktural dengan Pendekatan Semiotik Puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah untuk memahami lebih dalam makna puisi yang ditulis oleh Joko Pinurbo dengan menggunakan pendekatan semiotik. Secara teoritis, tujuan penulisan ini dibagi menjadi dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis. Dalam membaca sebuah puisi alangkah bijaksananya kita jika terlebih dahulu menganalisis puisi yang akan dibacakan guna memperdalam penghayatan dan penjiwaan saat kita membacakannya. Selain itu tulisan ini juga digunakan untuk memberikan gambaran khusus mengenai segala yang terkandung di dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo kepada para pembaca, agar tidak ada kesalahpahaman di dalamnya.

1.3    Rumusan Masalah
Sebuah karya sastra, salah satunya puisi terkandung beberapa hal yang yang patut untuk dikaji, antara lain masalah tema, pendekatan, sudut pandang, dan tujuan diciptakannya puisi tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat diketahui perumusan masalah yang akan dikaji dalam puisi. Adapun rumusan masalah puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana struktur puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo?
2.    Bagaimana menganalisis makna pada puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo jika ditinjau dengan pendekatan Semiotik?
3.    Apakah pendekatan struktural dan pendekatan semiotik cocok untuk mengkaji puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo?










BAB II
LANDASAN TEORI


Dalam mengkaji puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan semiotik.
2.1     Pendekatan Struktural
Semua karya sastra adalah struktur. Struktur yang dimaksud adalah setiap karya sastra memiliki unsur-unsur yang mempunyai sistem. Semua unsur itu saling berhubungan, saling menentukan, adanya hubungan timbal balik, dan terikat. Unsur-unsur itu tidak dapat berdiri sendiri, karena jika tidak ada satu unsur yang mendukung tidak akan tercipta sebuah karya sastra.
Dalam pengertian struktur ini (Piaget via Hawkes, 1978:16) terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation). 
Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan pengurain bahwa tiap unsure itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Dengan kata lain, sebuah unsur tidak akan memiliki makna jika tidak disertakan dengan unsur yang lain.
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk memahami karya sastra (sajak) haruslah karya sastra (sajak) dianalisis (Hill, 1966:6). Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, karya sastra merupakan perpaduan unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, saling berkaitan dan koheren. T.S Eliot pernah mengemukakan (via Sansom, 1960:155) bahwa bila kritikus terlalu memecah-mecah sajak dan tidak mengambil sikap yang dimaksudkan penyairnya (sarana kepuitisan itu dimaksudkan untuk mendapat jaringan efek puitis), maka kritikus cendrung mengosongkan arti sajak (Pradopo, 1993:120). Jadi, untuk memahami sebuah sajak atau puisi, harus diperhatikan hubungan-hubungan antar unsur yang harus berkaitan, karena keterkaitan antar unsure itu sebagai bagian dari keluruhan karya sastra.

2.3    Pendekatan Semiotik
Semiotik diungkapkan oleh Rachmat Djoko Pradopo sebagai symbol atau tanda. Bahasa digunakan sebagai medium karya sastra sudah merupakan simbol atau tanda. Pada dasarnya bahasa atau kata-kata yang digunakan dalam karya sastra sudah menjadi sebuah lambang atau tanda yang memiliki makna tersendiri, yang telah ditentukan secara konvensional. Bahasa merupakan sistem ketandaan yang telah dimaknai menurut konvensi masyarakat. Sistem mengenai tanda atau simbol ini disebut semiotik atau semiologi.
Bahasa sebagai medium karya sastra bukanlah sebagai bahan yang bebas, namun bahasa itu sudah menjadi sebuah sistem semiotik. Penulis akan mencoba menganalisis puisi dengan teori yang dikemukakan oleh Riffaterre. Menurut Riffaterre, puisi adalah pemikiran baku yang dilakukan dengan medium bahasa sebagai tanda. Langkah-langkah dalam menganalisis sebuah teks menurut Riffaterre dibagi menjadi empat, yaitu:
1.    Pembaca diharuskan menemukan kata kunci yang terdapat dalam sebuah puisi atau karya sastra.
2.    Sebelum dilakukan pendekatan semiotik atau sistem ketandaan diharuskan membaca sesuai dengan struktur kebahasaannya.
3.    Pembaca juga dituntut membaca secara hermeneutik, yaitu pembacaan menurut maknanya.
4.    Pembaca harus menemukan hubungan intertekstualitas antara karya sastra tersebut dan juga mencari sumber teks,juga model varian.
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam semiotik adalah sistem tanda, yaitu pengertian tanda itu sendiri. Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda hubungan antar penanda dan petanda yang bersifat alamiah. Indeks adalah hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang memiliki hubungan sebab akibat. Sedangkan simbol adalah tanda yang tidak menunjukan sifat hubungan alamiah antara penanda dan petanda. Hubungan antara penanda dan petandanya bersifat arbiter atau semaunya yang telah ditentukan konvensinya oleh masyarakat.
Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau hubungan internal antar unsur-unsurnya akan dihasilkan berbagai macam makna. Kritikus menyendirikan satuan-satuan yang berfungsi dan konvensi-konvensi yang berlaku (Preminger dkk., 1974:981). Alur, setting, penokohan, satuan-satuan bunyi, kelompok kata, kalimat atau gaya bahasa, satuan fisual seperti tipografi, enjambement, bait, merupakan contoh dari satuan-satuan dari fungsi dan konvensi sastra yang berlaku. Seperti yang diungkapkan oleh Culler dalam bukunya The Pursuit of Signs (1981), member makna sajak atau puisi itu adalah mencari tanda-tanda yang memungkinkan timbulnya maknsa sebuah sajak, maka menganalisis sastra itu tidak lain adalah memburu tanda-tanda (pursuit of signs).
Puisi secara semiotik seperti yang telah dijelaskan merupakan struktur tanda-tanda yang memiliki makna yang telah ditentukan dan disepakati oleh konvensi. Menganalisis sajak atau puisi adalah berusaha memahami arti dari sebuah kata dalam bahasa. Namun bukan hanya sekedar arti menurut kebahasaan saja, melainkan arti yang menurut konvensi sastra yang bersangkutan (Pradopo, 1993:123).


BAB III
PEMBAHASAN

Analisis Struktural
Puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo dengan
Pendekatan Semiotik

KEPADA UANG
Joko Pinurbo
Uang, berilah aku rumah yang murah saja, (1)
yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku, (2) 
yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku. (3)

Sabar ya,aku harus menabung dulu. (4)
Menabung laparmu, menabung mimpimu. (5)
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu. (6) 
Uang berilah aku ranjang yang lugu saja. (7)
yang cukup hangat buat merawat encok-encokku, (8) 
yang kakinya lentur dan liat seperti kaki masa kecilku. (9)
-2006-
3.1    Pendekatan Struktural
Sebelum melangkah ke berbagai pendekatan dalam pengkajian sebuah puisi kita diharuskan menggunakan pendekatan awal dalam penelitian karya sastra, yaitu pendekatan struktural. Begitu juga dengan puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo ini terlebih dahulu akan dianalaisis dengan menggunakan pendekatan struktural yang terdiri dari empat hakikat puisi, yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat.
a.    Tema
Tema merupakan gagasan utama atau ide pokok yang terdapat dalam sebuah puisi yang ingin diungkapkan oleh penyair. Tema yang terkandung dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah kemiskinan. Kemiskinan yang mengharapkan datangnya uang hasil, tetapi bukan dalam jumlah yang besar, melainkan yang cukup untuk melangsungkan hidupnya secara sederhana.
Uang, berilah aku rumah yang murah saja, (1)
yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku, (2) 
yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku. (3)
Dari larik ke-1 jelas sekali si aku memang menginginkan rumah. Tetapi si aku tidak meminta yang mewah, melainkan lebih menginginkan sebuah kesederhanaan. Pada larik ke-2, kata “cukup” sudah menggambarkan bahwa si aku bukanlah orang yang tamak, hanya menginginkan kelayakan.

b.    Perasaan
Perasaan merupakan kehendak yang ingin diungkapkan oleh penyair. Perasaan juga mrujuk kepada isi hati sang penyair, bagaimana suasana hatinya saat membuat sebuah puisi. Perasaan yang terkandung dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah kesedihan dan kesabaran. Kesedihan dan ketabahan itu tergambarkan pada larik  ke-4, 5, dan 6.
Sabar ya, aku harus menabung dulu. (4)
Menabung laparmu, menabung mimpimu. (5)
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu. (6)
Ketabahan si aku jelas terlihat, si aku harus menabung segala yang dia punya, bahkan kesehatan.  Hal itu dilakukan oleh sang aku dikarenakan ia menginginkan kekuasan yang dilambangkan dengan uang.



c.    Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap para pembaca, sedangkan suasana merupakan keadaan jiwa yang ditimbulkan oleh puisi tersebut kepada para pembaca. Jika membaca puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo akan terlihat bagaimana nada yang akan dipakai saat mengucap larik-lariknya. Penulis merasakan nada seperti si aku sedang berdoa, berdoa kepada uang agar datang kehadapannya. Selain itu juga ada larik yang jika dibacakan sangat sesuai dengan nada menenangkan, dan nada sedih.

•    Nada seakan berdoa terlihat pada larik ke-1 dan larik ke-7, yaitu:
Uang, berilah aku rumah yang murah saja, (1)
Uang, berilah aku ranjang yang lugu saja, (7)
•    Nada yang terkesan menenangkan, yang terdapat pada larik ke-4, yaitu:
Sabar ya, aku harus menabung dulu. (4)
•    Nada yang terlihat sedih yang terdapat pada larik ke-5 dan ke-6, yaitu:
Menabung laparmu, menabung mimpimu. (5)
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu. (6)
•    Nada yang terlihat berkuasa, terdapat pada larik ke-7, larik ke-8, dan larik ke-9 yaitu:
Uang berilah aku ranjang yang lugu saja. (7)
yang cukup hangat buat merawat encok-encokku, (8) 
yang kakinya lentur dan liat seperti kaki masa kecilku. (9)

d.    Amanat
Amanat merupakan suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan sebuah puisi. Dengan kata lain, amanat adalah pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh penyair melalui puisi buatannya. Amanat yang terkandung dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah jangan selalu bergantung kepada uang. Jika memang ingin berdoa untuk sebuah kebaikan yang ingin dicapai, janganlah selalu mendewakan uang. Karena uang belum tentu hal terbaik untuk mencapai kebahagiaan. Uang juga bisa membuat kita berkuasa dan lupa akan kuasa atas diri kita sendiri. Dengan uang kita bisa memiliki apa pun, tetapi uang tidak bisa membeli hati manusia. Walaupun untuk kebaikan, tapi janganlah kau gunakan kekuasaan itu hanya untuk diri sendiri, jadikan diri kita berguna bagi orang lain.

3.2    Pendekatan Semiotik
Semiotika adalah suatu metode analisis yang menitikberatkan penelitian terhadap tanda-tanda. Tentu saja bukan hanya sekedar tanda biasa, melainkan tanda yang memiliki makna yang berdasarkan konvensi yang berlaku di masayarakat.

Uang, berilah aku rumah yang murah saja, (1)

Uang, ditinjau dari segi kebahasaan adalah sebuah alat pertukaran untuk membeli barang-barang, sebagai alat transaksi, dan juga penimbun harta kekayaan. Dalam puisi ini uang disimbolkan sebagai tuhan. Si aku ketika menginginkan sebuah rumah ia tidak berdoa kepada tuhan, melainkan berdoa kepada uang. Seolah-olah ia telah menjadikan uang sebagai tuhan. Jika ingin membeli suatu barang, konvensinya adalah menggunakan uang, tetapi di dalam puisi ini uangnya lah yang dijadikan tempat untuk memohon. Uang juga dapat disimbolkan sebagai penguasa, karena ada segelintir orang yang beranggapan uang adalah segalanya. Uang dalam puisi menempati posisi yang penting, yaitu menentukan nasib kehidupan orang. Penyair menggambarkan kata “uang” pada larik ke-1 sebagai Tuhan yang selalu dipuja-puja oleh si aku.

yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku, (2) 
yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku. (3)
Senja merupakan peristiwa terbenamnya matahari di ufuk barat. Menghilangnya matahari dan menandakan kepergian sore hari menjadi malam yang gelap.  Senja juga identik dengan warna kuning kemerahan. Warna itu kuning kemerahan itu juga terlihat sangat sendu. Senja dalam puisi ini dimaknai sebagai masa tua. Manusia yang sudah tua hamper sama dengan matahari yang akan pergi karena digantikan oleh bulan. Dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo kata “senja” pada larik ke-2 digambarkan oleh penyair sebagai masa tua si aku. Sedangkan “jendela hijau yang menganga seperti jendela mataku” menggambarkan ketentraman, suatu kedamaian jiwa dan raga yang ingin dirasakan oleh si aku.

Sabar ya,aku harus menabung dulu. (4)
Menabung laparmu, menabung mimpimu. (5)
Mungkin juga harus menguras cadangan sakitmu. (6)
Sang penyair menggambarkan tokoh aku rela menyimpan rasa lapar dan menunda mimpi demi bergelut dengan uang. Bersakit-sakit hanya untuk mendapatkan uang dan menelantarkan yang lain.

Uang berilah aku ranjang yang lugu saja. (7)
Seperti yang sudah dijelaskan pada awal analisis, uang jika ditinjau dari segi kebahasaan konvensional adalah sebuah alat pertukarang barang, alat jual beli, dan sebagai alat penimbun kekayaan. Namun penyair menulis kata “uang” pada larik ke-7 puisi ini melambangkan symbol kekuasaan. Sedangkan kata “ranjang” dalam segi bahasa adalah tempat untuk istirahat dan melepas lelah. Kata “ranjang yang lugu” jika disimbolkan oleh penyair dalam puisi Kepada Uang adalah sebagai seorang istri yang menuruti perintah sang aku. Jika dilihat secara keseluruhan, larik ke-7 dapat dikatakan seorang aku jika mendapat kekuasaan dengan uang ia bisa mendapatkan kekuasaan penuh atas istri yang akan ia miliki.



yang cukup hangat buat merawat encok-encokku, (8)
Hangat jika diartikan dalam kebahasaan adalah rasa yang tidak panas dan juga tidak dingin. Biasa digunakan untuk menggambarkan air dalam konvensi kebahasaan. Tetapi dalam konteks puisi ini, penyair menggambarkan “hangat” melambangkan sebagai sentuhan yang lembut dari seorang istri (simbol ranjang dari larik ke-7). “Encok” dalam bahasa diartikan sebagai sebuah penyakit yang sering diderita kaum lansia. Encok adalah nama penyakit yang menyerang daerah sekitar pinggang dengan rasa sakit dan ngilu luar biasa. Namun, dalam konvensi sastra yang dibangun penyair, kata “encok-encok” pada larik ke-8 puisi Kepada Uang diartikan sebagai masa tua, karena rata-rata penyakit itu hanya menyerang kaum lansia dan penyair mengartikannya sebagai masa tua.

yang kakinya lentur dan liat seperti kaki masa kecilku. (9)
Pada larik ke-9, penyair menggambarkannya sebagai kenangan masa kecil si aku. Ia membayangkan ia masih seperti masa anak-anak yang dimanja. Kata “kakinya” (istri yang didambakan si aku) dapat memanjakan si aku seperti masa kecilnya.

BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan pengurain bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Dengan kata lain, sebuah unsur tidak akan memiliki makna jika tidak disertakan dengan unsur yang lain.
Puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo jika ditinjau dengan analisis struktural bertemakan tentang kemiskinan dan kesederhanaan yang berdampak menjadi kekuasaan atas orang lain. Perasaan dalam puisi ini bermacam-macam, salah satunya adalah kesedihan dan keinginan kuat untuk mendapatkan kekuasaan. Nada dan suasana dalam puisi ini juga beragam, ada yang bernada sedih, terkesan menenangkan, seperti memanjatkan doa, lalu berkuasa. Amanat yang terkandung dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo adalah jangan selalu bergantung kepada uang. Jika memang ingin berdoa untuk sebuah kebaikan yang ingin dicapai, janganlah selalu mendewakan uang. Karena uang belum tentu hal terbaik untuk mencapai kebahagiaan. Uang juga bisa membuat kita berkuasa dan lupa akan kuasa atas diri kita sendiri. Dengan uang kita bisa memiliki apa pun, tetapi uang tidak bisa membeli hati manusia. Walaupun untuk kebaikan, tapi janganlah kau gunakan kekuasaan itu hanya untuk diri sendiri, jadikan diri kita berguna bagi orang lain.
Jika ditinjau dengan pendekatan Semiotik, yaitu menganalisis sebuah tanda yang memiliki makna dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo banyak menggunakan tanda dan symbol. Salah satunya adalah “uang”, yang menjadi symbol sebuah kekuasaan dan penguasa. Kata “senja” dilambangkan sebagai masa tua, begitu juga dengan istilah “encok-encok” yang digambarkan sebagai masa tua pula. Lalu “jendela hijau” dilambangkan sebagai symbol ketentraman dan kedamaian yang diinginkan si tokoh aku. Sedangkan “ranjang yang lugu” dapat diartikan sebagai seorang istri yang selalu menurut kepada sang suami (tokoh aku). Analisis struktural cocok digunakan untuk mengkaji semua puisi, bahkan semua pendekatan yang akan dilakukan terhadap karya sastra harus menggunakan analisis struktural. Sedangkan melalui pendekatan semiotik, memang terasa sedikit sukar untuk mengetahui makna-makna setiap simbol  yang terkandung di dalam puisi Kepada Uang karya Joko Pinurbo, tetapi bisa dikatakan puisi ini bisa dikaji dengan pendekatan semiotik, karena penulis makalah telah berhasil menganalisis puisi ini dengan pendekatan semiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Anoegrajekti, Novi dkk. 2008. Estetika. Jakarta: UNJ Press
Djojosuroto, Kinayati. 2007. Dasar-dasar Teori Apresiasi Puisi. Jakarta: UNJ
Pinurbo, Joko. 2007. Kepada Cium. Jakarta: PT Gramedia.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suhita, Sri. 2009. Kajian Puisi. Jakarta: UNJ

Representasi Perempuan dalam Cerpen Mami karya Helvy Tiana Rosa

Teori Feminisme
Sastra merupakan cerminan hidup dan pikiran masyarakat. Dengan karya sastra pengarang dapat mengungkap berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang banyak mengungkapkan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat, mengaitkan hal-hal yang terjadi dan menghubungkannya ke dalam karya sastra. Dalam membuat karya sastra, pengarang juga melihat unsure-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Adapun unsur-unsur intrinsiknya adalah tema, tokoh, alur, latar, dan amanat. Unsur yang terdapat pada ekstrinsik diperlukan bantuan ilmu-ilmu lain, seperti psikologi, sosiologi, filsafat, dan sebagainya.
Dalam sebuah cerpen juga terdapat unsur seperti humanism, feodalisme, nasionalisme, maupun feminism. Dari semua unsure tersebut, yang paling menarik untuk dibahas adalah feminisme. Dalam masyarakat patriarki, sosok pria dipandang sebagai pemimpin. Sedangkan wanita hanyalah dipandang sebagai makhluk lemah dan sebagai pelengkap kehidupan, hak-hak asasinya terabaikan dan seringkali mengalami penindasan. Feminism muncul sebagai respon terhadapt budaya patriarki yang selama ini menindas kaum hawa di semua bidang. Akhir-akhir ini gerakan kesetaraan jender mulai disuarakan, baik itu dalam wujud nyata maupun dalam karya sastra.
Feminisme merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan, sasaran feminisme pun bukan sekedar masalah gender, melainkan masalah kemanusiaan atau memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Gerakan perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan – baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan social pada umumnya, itulah feminisme.
 Konsep penting yang harus dipahami dalam mengkaji perempuan adalah konsep seks dan konsep gender. Pengertian seks atau jenis kelamin merupakan penyifatan secara biologis, sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural.
Kajian wanita dalam hubungannya dengan kesusastraan dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama, dari sisi karya sastra terdapat ketimpangan tentang kedudukan wanita. Sisi kedua, dari sisi teori pendekatan terhadap karya sastra. Berdasarkan teori ini, pengkritik feminis ingin mengembangkan dan memperkenalkan pola kritik sastra feminis dan mengembangkan mata pelajaran tentang tulisan wanita, serta mendirikan penerbitan feminis agar dapat memuat karya-karya dari penulis wanita (Djajanegara, 2007: 17-19).
Annete Kolodny (Djajanegara, 2007: 17-19) merumuskan definisi kritik sastra feminis, yaitu membeberkan wanita menurut stereotip seksual, baik dalam kesusastraan maupun dalam kritik sastra dan menunjukan bahwa aliran-aliran serta cara-cara yang tidak memadai yang telah dipakai dalam mengkajia tulisan perempuan adalah tidak adil dan tidak peka.
Berdasarkan batasan itu, ia mengemukakan beberapa tujuan dari kritik sastra feminis:
1.    Kritik sastra feminis dapat menafsirkan serta menilai kembali karya sastra yang dihasilkan pada masa lampau. Dengan demikian, karya sastra feminis menjadi alat baru untuk mengkaji dan mendekati suatu teks karya sastra.
2.    Sastra feminis haruslah dapat membantu kita memahami, menafsirkan dan menilai karya-karya sastra rekaan penulis itu sendiri.
3.    Menyangkut cara penilaian karya sastra. Pada dasarnya segalah hal yang menyangkut ke-tradisionalan dikuasai oleh kaum kritikus sastra laki-laki. Oleh sebab itu cara atau sudut pandang seperti itu tidak lagi memadai untuk menilai tulisan-tulisan pengarang wanita dan tookoh wanita dalam karya sastra.

Dalam penelitian perlu diangkat masalah-masalah sebagai fokus penelitian melihat peranan dan karakter tokoh (perwatakan tokoh) wanita. Kita dapat mengkaji bagaimana peranan dan karakter tokoh-tokoh wanita dalam karya-karya sastra di Indonesia. Salah satu fokus, dua fokus, maupun 3 fokus dapat dijadikan pusat kajian, terutama dalam mengkaji karya-karya yang ditulis oleh penulis wanita.
Jika kita memandang feminisme dalam bidang luas, terdapat beberapa masalah yang bsa dikaji dengan pendekatan ini. Yang dikaji dalam hubungannya dengan tokoh wanita adalah:
a.    Peranan tokoh wanita dalam karya sastra itu baik sebagai tokoh protagonist, antagonis, maupun tokoh bawahan.
b.    Hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, yaitu tokoh laki-laki dan tokoh wanita lain.
c.    Perwatakan tokoh wanita, cita-citanya, tingkah lakunya, perkataannya, dan pandangannya terhadap dunia dan kehidupan.
d.    Sikap penulis atau pengarang wanita dan pengarang laki-laki terhadap tokoh wanita.



Pembahasan
Penulis akan mencoba mengkaji cerpen Mami karya Helvy Tiana Rosa dengan pendekatan feminisme. Menurut penulis, cerpen ini sangatlah cocok untuk dikaji dengan pendekatan feminisme. Berikut ringkasan cerita dari cerpen yang berjudul Mami.
Cerita ini mengisahkan tentang seorang perempuan muslim berusia 20 tahun, yang menuntut ilmu di Universitas Indonesia. Perempuan ini bernama Evi, yang memiliki dua orang adik dari tiga bersaudara. Papinya berdarah Aceh sedangkan Maminya berdarah Cina, karena itu Evi memiliki kulit berwarna gelap warisan dari Papinya, warisan dari Maminya hanyalah matanya yang sipit.
Evi diperlakukan seperti anak kecil oleh Maminya, segala keperluan dan kebutuhan diurusi oleh Maminya. Bukan hanya Evi yang mendapat perlakuan seperti itu, namun semua adik-adiknya pun diperlakukan sama. Kepedulian Maminya yang terlalu berlebihan itulah yang dianggap Evi sebagai kekurangan yang dimiliki Maminya.
Karena diperlakukan seperti anak kecil, Evi mulai bosan dan mengadukan perlakuan Maminya yang berlebihan kepada Papinya, namun ia hanya mendapat respon senyuman dari Papinya yang dilanjutkan dengan tawa.
Suatu ketika Maminya jatuh sakit, Evi merasa kesepian dengan suara-suara Maminya. Ia merindukan ketika saat suara Mami memperlakukannya sebagai seorang anak kecil. Akhirnya ia merasa bersyukur dan bersabar atas kelakuan Maminya. Dia sadar betapa baik dan tiada bandingannya dengan wanita manapun yang pernah ditemuinya.

Tokoh utama yang terdapat dalam cerpen Mami ialah Evi, seorang perempuan dan Mami. Dalam cerpen tersebut semua menceritakan tentang perempuan, hanya saja ada sedikit dialog Papi yang menghiasi. Evi, digambarkan seorang perempuan muslim yang memakai jilbab dan teman-teman di kampusnya juga mengenakan jilbab.
Jarang ada cerpen yang memiliki tokoh perempuan semua seperti cerpen Mami ini. Di dalam cerpen ini, terlihat perempuan yang berkuasa dan tidak terjadi gangguan atau permasalahan dalam kedudukannya di rumah tangga. Justru pihak perempuanlah yang mengendalikan alur cerita dari awal hingga akhir. Di certa pun dipaparkan bahwa seorang Papi tidak mampu menasehati seorang Mami, ketika si anak (Evi) meminta bantuan Papinya agar menasehati Mami agar tidak berkelakuan secara berlebihan terhadapa dirinya. Berikut penggalan cerpennya:

 Gf
Pada dasarnya peranan seorang istri hanyalah mengenal dapur, mengurus anak, dan suami. Namun di sini terjadi pemberontakan terhadap ideology-ideologi tersebut. Budaya-budaya daerah dinamika keluarga pun runtuh ketika seorang istri yang berkuasa atas suami. Namun di cerpen ini, pihak suami berterima atas kuasa sang istri. Hal ini ditandai dengan tokoh Papi yang menjawab sambil tertawa kecil pertanyaan anaknya tentang tokoh Mami.
Dalam hukum adat dan budaya pun tidak diperkenankan seorang anak – wanita pula bertanya langsung kepada ayahnya menceritakan tentang kekurangan ibunya sendiri. Namun di cerpen Mami, semua ideologi tersebut dihilangkan. Sebuah keluarga yang pada dasarnya seperti sebuah  kerajaan – kekuasaan mutlak berada di tangan raja atau dalam hal ini adalah suami, sudah berubah total. Kekuasaan bisa berpindah ke tangan istri dan suami hanya bisa mengiakan kata-kata sang istri.
Saat berbicara pada Papi, tokoh Evi mentap muka lawan bicaranya yang lebih tua. Tidak ada lagi berbicara tanpa melihat muka lawan bicara yag lebih tua seperti tradisi adat Jawa kuno – yang menganggap tidak sopan jika menatap langsung lawan bicara yang lebih tua. Di cerpen ini semua bertolak belakang, dalam keluarga entah laki-laki maupun perempuan  bebas berbicara, namun tetap dibatasi olh sopan santun kepada orang yang lebih tua.
Pada dasarnya feminisme tidak ditentukan oleh esensi anatomis atau jenis kelamin, namun ditentukan oleh konstruksi gender secara sosial dan budaya. Para feminis berpendapat bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan didasari konstruksi gender secara sosial budaya oleh institusi patriarkal seperti keluarga, sekolah, gereja, dan media ketimbang oleh kategori biolois esensial yang mendahului pengaruh sosial dan budaya (Spivak, 2008:205).
Seperti dalam cerpen Mami, tokoh utama, Evi merasa tidak nyaman dengan perlakuan Maminya karena diperlakukan berlebihan dalam berbagai hal. Namun, ketidaknyamanan tokoh perempuan (Evi) bukan dikarenakan oleh tokoh laki-laki yang biasanya terjadi dalam budaya patriarki. Ketidaknyamanan Evi terjadi karena tokoh Mami, ibunya sendiri yang terlalu berlebihan perhatiannya.